PASANGAN NILAI DALAM HUKUM
Kebebasan dan ketertiban.
Kebebasan di sini diartikan bahwa seseorang individu, atau kelompok yang bergaul di tengah pergaulan sesamanya, tidak terikat dan terkekang sedemikian rupa. (tidak seperti pada zaman perbudakan di mana ada orang yang menjadi budak, hidupnya tidak bebas, malahan dapat dijual-belikan). Kebebasan ini adalah cirri masyarakat modern dewasa ini. Namun kebebasan memiliki sifat tertentu. Seorang individu yang bebas tidak berarti dia dapat berbuat, semaunya sendiri, seperti umpamanya merusak lingkungan sekelilingnya, merusak barang orang lain, mengganggu istri atau suami orang lain dan seterusnya. Maka arti kebebasan sebenarnya, sekaligus membawa keterikatan diri untuk tidak mengganggu sesamanya, dengan kata lain kebebasan yang terarah yakni kebebasan yang sekaligus dalam suasan ketertiban. Ketertiban ini adalah cermin adanya patokan, pedoman dan petunjuk bagi individu di dalam pergaulan hidupnya.. Kebebasan individu yang tetap mempertahankan ketertiban adalah kebebasan yang selaras dengan tujuan hukum yakni suasana yang aman, tertib dan adil. Dalam hal ini kebebasan adalah bagian dari komplementer dengan ketertiban.
Ketertiban adalah suasana bebas yang terarah, tertuju kepada suasana yang didambakan oleh masyarakat, yang menjadi tujuan hukum.
Kepentingan pribadi dan kepentingan antar pribadi
Setiap insan ciptaan Tuhan yang bernama manusia secara indifidu memiliki kepentingan-kepentingan. Kepentingan-kepentingan ini merupakan kepentingan pribadi dan kepentingan antar pribadi. Kepentingan pribadi-pribadi dapat diupayakan pemenuhannya masing-masing tanpa saling bertemu ataupun berbenturan namun kadang-kadang kepentingan antar pribadi dapat bertemu dan berbenturan satu sama lain, misalnya “A” yang bertetangga dengan “B”, suatu hari karena baru saja hujan lebat sehingga banyak kotoran yang menyumbat saluran pembuangan kotoran yang berbatasan dengan rumah “B”, maka demi kepentingannya “A” membersihkan kotoran pada saluran pembuangan dengan mendorongnya sehingga kotoran tersebut memenuhi halaman rumah “B”. “A” berpikir “masa bodoh pokoknya halaman saya bersih”. Padahal “B” pun dalam kasus ini mempunyai kepentingan yang sama agar kotoran tidak menimpa rumahnya. Apabila “B” berpikir seperti “A”, maka ia akan mendorong kotoran tersebut ke halaman rumah “A”, maka ia akan mendorong kotoran tersebut ke halaman rumah “A”, dan dapat diramalkan sengketa akan terjadi. Ini sebuah contoh yang sangat sederhana sekali. Dalam praktek perbenturan kepentingan antar pribadi adalah banyak sekali. Biasanya diselesaikan oleh pengadilan atau oleh fihak ketiga yang kan meyelesaikannya secara kekeluargaan. Secara ideal adalah bahwa kepentingan pribadi hendaknya seoptimal mungkin dipenuhi, namun tanpa mengurangi atau bahkan dapat merugikan kepentingan individu-individu lain. Malahan sekalipun pemenuhan kepentingan berupa penggunaan hak pribadinya seperti membangun rumah dengan uang sendiri di atas tanah hak miliknya, namun dalam pelaksanaannya harus memperhatikan kepentingan dan hak orang lain. Hak milik yang merupakan lembaga hukum yang lahir di negara barat, pada perkembangannya tetap memperhatikan fungsi social.
Di Indonesia keserasian antar kepentingan antar individu adalah harmonis dalam suasana kekeluargaan, seperti dijumpai dalam lembaga hukum ada mengenai hak-hak ulayat, subak, mapalus dan sebagainya.
Kesebandingan hukum dan kepastian hukum.
Telah disebut di muka bahwa ada kerja hukum yang bersifat lebih menelaah pada persoalan antara fihak-fihak dan membina suatu kebijaksanaan yang dapat mencerminkan keadilan, atas bertemunya dua kepentingan yang berbeda antara kedua belah pihak. Hukum ini membandingkan antara dua keadaan yang harus diputuskan. Di sini dapat dikatakan adanya kesebandingan hukum.
Betapapun kesebandingan hukum tidak dapat secara mutlak bebas tanpa pedoman yang pasti sebab kalau hal ini terjadi berarti, penerapan kebijaksanaan dan keadilan berjalan tanpa menunjukan watak dari hukum yang diantaranya menghendaki adanya kepastian yaitu kepastian hukum. Jelaslah bahwa kesebandingan hukum harus seiring dengan kepastian hukum demi tercapainya tujuan hukum.
Kebendaan (materialism) dan keakhlakan (spiritualism)
Keseimbangan antara kebendaan dan keakhlakan, dalam mencapai tujuan hukum dalam masyarakat, merupakan pula salah satu syarat yang penting. Karena pengutamaan kebendaan semata-mata akan cenderung mendorong orang bersifat materialistis yang cenderung kearah egisme dan egosentris dan semakn menjauhkan jarak keintiman hubungan manusiawi, seperti yang terjadi pada masyarakat metropolitanyang pluriform dan berlapis. Oleh karenanya, harus diupayakan agar kebendaan ini seimbang dengan faham keakhlakan. Atas dasar akhlak yang tinggi yang menghargai keluhuran budi kemanusiaan yang tinggi, sehingga senantiasa berorientasi pada kebendaan semata-mata seperti yang dijumpai pada masyarakat pedesaan.
Sebagai contoh beberapa nilai yang mencerminkan hal tersebut adalah umpamanya kata-kata :
“ora sanak ora kadang yen mati milu kelangan” yang artinya “bukan sanak saudara apabila orang lain meninggal ikut kehilangan”.
Demikian bahwa kebendaan hendaknya diikuti secara serasi dengan keakhlakan.
Kelestaraian (konservation) dan kebaruan (inovatism).
Faham kelestarian untuk mempeahankan kemampuan yang telah dicapai dalam kehidupan bersama, memang diperlukan bagi stbilitas yang telah dapat dicapai pada suatu pergaulan hidup tertentu. Namun apabila hal ini menjadi orientasi untuk mencegah usaha yang akan mendorong kerah kemajuan, jelas akan menempatkan masyarakat yang bersangkutamenjadi statis dan konservatif. Untuk itu perlu diseimbangkan dengan faham kebaruan dengan mendukung inovasi atau penemuan-penemun demi kebaruan dan perkembangan.
Dengan demikian kestabilan dan usaha mencegah konfik memang perlu, tetapi harus diperhatikan agar tidak terjadi kemandegan. Masyarakt harus berkembang maju, sehingga dibuka kemungkinan pembaruan, asal tidak membawa ketegangan dan konflik. Antara kelestarian dan kebaruan hendaknya serasi.
Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, antara lain :
- Undang-Undang Dasar 1945
UUD 1945 sebagai sumber hukum, yang merupakan hukum dasar tertulis yang mengatur masalah kenegaraan dan merupakan dasar ketentuan-ketentuan lainnya.
- Ketetapan MPR
Dalam Pasal 3 UUD 1945 ditentukan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dengan istilah menetapkan tersebut maka orang berkesimpulan, bahwa produk hukum yang dibentuk oleh MPR disebut Ketetapan MPR.
- Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang
Undang-undang mengandung dua pengertian, yaitu :
a. undang-undang dalam arti materiel : peraturan yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
b. undang-undang dalam arti formal : keputusan tertulis yang dibentuk dalam arti formal sebagai sumber hukum dapat dilihat pada Pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1) UUD 1945.
- Peraturan Pemerintah
Untuk melaksanakan undang-undang yang dibentuk oleh Presiden dengan DPR, oleh UUD 1945 kepada presiden diberikan kewenangan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah guna melaksanakan undang-undang sebagaimana mestinya. Dalam hal ini berarti tidak mungkin bagi presiden menetapkan Peraturan Pemerintah sebelum ada undang-undangnya, sebaliknya suatu undang-undang tidak berlaku efektif tanpa adanya Peraturan Pemerintah.
- Keputusan Presiden
UUD 1945 menentukan Keputusan Presiden sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan. Bentuk peraturan ini baru dikenal tahun 1959 berdasarkan surat presiden no. 2262/HK/1959 yang ditujukan pada DPR, yakni sebagai peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh presiden untuk melaksanakan Penetapan Presiden. Kemudian melalui Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, Keputusan Presiden resmi ditetapkan sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan menurut UUD 1945. Keputusan Presiden berisi keputusan yang bersifat khusus (einmalig) adalah untuk melaksanakan UUD 1945, Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang eksekutif dan Peraturan Pemerintah.
- Peraturan pelaksana lainnya
Yang dimaksud dengan peraturan pelaksana lainnya adalah seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri dan lain-lainnya yang harus dengan tegas berdasarkan dan bersumber pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
- Convention (Konvensi Ketatanegaraan)
Konvensi Ketatanegaraan adalah perbuatan kehidupan ketatanegaraan yang dilakukan berulang-ulang sehingga ia diterima dan ditaati dalam praktek ketatanegaraan. Konvensi Ketatanegaraan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang, karena diterima dan dijalankan, bahkan sering kebiasaan (konvensi) ketatanegaraan menggeser peraturan-peraturan hukum yang tertulis.
- Traktat
Traktat atau perjanjian yaitu perjanjian yang diadakan dua negara atau lebih. Kalau kita amati praktek perjanjian internasional bebrapa negara ada yang dilakukan 3 (tiga) tahapan, yakni perundingan (negotiation), penandatanganan (signature), dan pengesahan (ratification). Disamping itu ada pula yang dilakukan hanya dua tahapan, yakni perundingan (negotiation) dan penandatanganan (signature).
Kelembagaan Negara Berdasarkan UUD 1945
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
2. Presiden dan Wakil Presiden
3. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
4. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
6. Mahkamah Agung (MA)
HUBUNGAN ANTARA LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN UUD 1945
Hubungan antara MPR – Presiden
MPR sebagai pemegang kekuasaan tertinggi mengangkat presiden. Dalam menjalankan tugas pokok dalam bidang eksekutif (pasal 4(1)) presiden tidak hanya menyelenggarakan pemerintahan negara yang garis-garis besarnya telah ditentukan oleh MPR saja, akan tetapi termasuk juga membuat rencana penyelenggaraan pemerintahan negara. Demikian juga presiden dalam bidang legislatif dijalankan bersama-sama dengan DPR (pasal 5)
Hubungan antara MPR - DPR
Melalui wewenang DPR, MPR mengemudikan pembuatan undang-undang serta peraturan-peraturan lainnya agar undang-undang dan peraturan-peraturan itu sesuai dengan UUD. Melalui wewenang DPR ia juga menilai dan mengawasi wewenang lembaga-lembaga lainnya.
Hubungan DPR - Presiden
Sesudah DPR bersama Presiden menetapkan UU dan RAP/RAB maka didalam pelaksanaan DPR berfungsi sebagai pengawas terhadap pemerintah. Pengawasan DPR terhadap Presiden adalah suatu konsekwensi yang wajar, yang mengandung arti bahwa presiden bertanggung jawab kepada DPR.
Bentuk kerjasama antara presiden dengan DPR diartikan bahwa Presiden tidak boleh mengingkari partner legislatifnya.
Hubungan antara DPR - Menteri-menteri
Menteri tidak dapat dijatuhkan dan diberhentikan oleh DPR, tapi konsekuensi dari tugas dan kedudukannya, Presiden harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR, para Menteri juga dari pada keberatan-keberatan DPR yang dapat mengakibatkan diberhentikannya Menteri.
Hubungan antara Presiden - Menteri-menteri
Mereka adalah pembantu presiden. Menteri mempunyai pengaruh yang besar terhadap Presiden dalam menentukan politik negara yang menyangkut departemennya. Dalam praktek pemerintahan, Presiden melimpahkan sebagian wewenang kepada menteri-menteri yang berbentuk presidium.
Hubungan antara MA - Lembaga Negara lainnya
Dalam Penjelasan UUD 45 Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah ataupun kekuasaan atau kekuatan lainnya.
Sistem pemerintahan Negara yang ditegaskan dalam UUD 1945 beserta Penjelasannya yaitu :
a. Indonesia ialah Negara yang berdasarkan atas Hukum (rechtsstaat);
Negara Indonesia berdasarkan atas Hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtsstaat).
Mengandung arti bahwa negara, termasuk di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga negara yang lain dalam melaksanakan tindakan-tindakan apapun, harus dilandasi oleh hukum atau harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
b. Sistem Konstitusional, yang berarti bahwa pemerintahan berdasar atas sistem Konstitusi (Hukum Dasar); jadi tidak bersifat kekuasaan yang tidak terbatas (absolutismus);
Sistem ini memberikan ketegasan bahwa cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi, yang dengan sendirinya juga oleh ketentuan-ketentuan dan hukum lain yang merupakan produk konstitusional, seperti garis besar haluan negara, undang-undang dan sebagainya.
c. Kekuasaan Negara yang tertinggi berada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);
Kedaulatan Rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, MPR mempunyai tugas dan wewenang yang sangat menentukan jalnnya negara dan bangsa, yaitu berupa :
- menetapkan undang-undang dasar;
- menetapkan garis-garis besar dari haluan negara;
- mengangkat presiden dan wakil presiden
d. Presiden ialah Penyelenggara Pemerintah Negara yang tertinggi di bawah MPR;
Penjelasan UUD 1945 menyatakan :
"Di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi. Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab adalah di tangan presiden (concentration of power and responsibility upon the President". Oleh karena itu presiden adalah mandataris MPR, presidenlah yang memegang tanggung jawab atas jalnnya pemerintahan yang dipercayakan kepadanya dan tanggung jawab itu adalah kepada MPR bukan kepada badan lain.
e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
Menurut sistem pemerintahan, presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR tetapi presiden bekerja sama dengan dewan. Dalam hal pembuatan undang-undang dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara presiden harus mendapatkan persetujuan DPR.
f. Menteri Negara ialah pembantu Presiden; Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR;
Pengangkatan dan pemberhentian menteri-menteri negara sepenuhnya wewenang presiden. Menteri-menteri bertanggungjawab kepada presiden.
g. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas, karena Kepala Negara harus bertanggung jawab kepada MPR dan kecuali itu ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR;
Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan :
"Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, ia bukan "diktator", artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Kunci sistem ini bahwa kekuasaan presiden tidak tak terbatas ditekankan lagi dalam kunci sistem yang ke 2 sistem Pemerintahan Konstitusional, bukan bersifat absolut dengan menunjukkan fungsi/peranan DPR dan fungsi/peranan para menteri, yang dapat mencegah kemungkinan kemerosotan pemerintahan di tangan presiden ke arah kekuasaan mutlak (absolutisme).
Adapun yang dimaksud dengan UUD 1945 ialah Konstitusi Republik Indonesia yang pertama yang terdiri dari :
a. Pembukaan, meliputi 4 alinea
b. Batang Tubuh atau Isi UUD 1945 meliputi: 16 Bab, 37 Pasal, 4 Pasal Aturan Peralihan dan 2 Aturan Tambahan
c. Penjelasan resmi UUD 1945
KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MENURUT UUD 1945
Adapun UUD 1945 RI antara lain memuat Bab III yang berjudul : Kekuasaan Pemerintahan Negara. Bab III ini terdiri dari 12 pasal, yaitu pasal 4 sampai dengan pasal 15.
Pasal 4 berbunyi sebagai berikut : Presiden Republik Indonesia memegang Kekuasaan Pemerintahan menurut Undang-undang Dasar; Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Pasal 5 menentukan : bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-undang dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, dan Presiden menetapkan Peraturan Pemeritah untuk menjalankan Undang-undang sebagai mana semestinya. Kemudian menyusul pasal 6 sampai pasal 15.
Kemudian terdapat Bab V yang hanya mempunyai 1 pasal tentang Kementerian Negara. Selanjutnya ada Bab VII dari pasal 19 sampai 22 tentang DPR. Kemudian ada Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman terdiri dari 2 pasal yaitu pasal 24 dan 25.
Dari bab-bab diatas ternyata UUD 1945 tidak membedakan dengan tegas tugas antara kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yidikatif seperti Montesquieu dengan Trias Politicanya.
Malahan Bab III Kekuasaan Pemerintahan Negara meliputi kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif, termasuk hak-hak prerogatif. Selanjutnya kekuasaan legislatif diatur juga dalam Bab VII mengenai DPR, sedangkan kekuasaan eksekutif juga pada Bab V mengenai Kementerian Negara.
Belum ada tanggapan untuk "PASANGAN NILAI DALAM HUKUM DAN HUBUNGAN ANTARA LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN UUD 1945"
Posting Komentar