SISTEM
HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL
Pengertian Sistem hukum
Sistem Berasal dari bahasa Yunani “systema” yang dapat diartikan sebagai keseluruhan yang terdiri dari macam-macam bagian. Prof. Subekti, SH menyebutkan sistem adalah suatu susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri atas bagoan-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu penulisan untul mencapai suatu tujuan”.
Dalam suatu sistem yang baik tidak boleh terdapat suatu pertentangan antara bagian-bagian. Selain itu juga tidak boleh terjadi duplikasi atau tumpang tindih diantara bagian-bagian itu. Suatu sistem mengandung beberapa asas yang menjadi pedoman dalam pembentukannya.
Dapat dikatakan bahwa suatu sistem tidak terlepas dari asas-asas yang mendukungnya. Untuk itu hukum adalah suatu sistem artinya suatu susunan atau tatanan teratur dari aturan-aturan hidup, keseluruhannya terdiri bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain.
Dapat disimpulkan bahwa sistem hukum adalah kesatuan utuh dari tatanan-tatanan yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang satu sama lain saling berhubungan dan berkaitan secara erat.untuk mencapai suatu tujuan kesatuan tersebut perlu kerja sma antara bagian-bagian atau unsur-unsur tersebut menurut rencana dan pola tertentu.
Pembagian Hukum itu sendiri di golongkan dalam beberapa jenis :
- Berdasarkan Wujudnya
- Hukum tertulis, yaitu hukum yang dapat kita temui dalam bentuk tulisan dan dicantumkan dalam berbagai peraturan negara, Sifatnya kaku, tegas Lebih menjamin kepastian hukum Sangsi pasti karena jelas tertulis
Cont: UUD, UU, Perda
- Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dan tumbuh dalam keyakinan masyarakat tertentu (hukum adat). Alam praktik ketatanegaraan hukum tidak tertulis disebut konvensi (Contoh: pidato kenegaraan presiden setiap tanggal 16 Agustus)
- Berdasarkan Ruang atau Wilayah Berlakunya
- Hukum lokal, yaitu hukum yang hanya berlaku di daerah tertentu saja (hukum adat Manggarai-Flores, hukum adat Ende Lio-Flores, Batak, Jawa Minangkabau, dan sebagainya.
- Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku di negara tertentu (hukum Indonesia, Malaysia, Mesir dan sebagainya).
- Hukum internasional, yaiu hukum yang mengatur hubungan antara dua negara atau lebih (hukum perang, hukum perdata internasional, dan sebagainya).
- Berdasarkan Waktu yang Diaturnya
- Hukum yang berlaku saat ini (ius constitutum); disebut juga hukum positif
- Hukum yang berlaku pada waktu yang akan datang (ius constituendum). Dan
- Hukum asasi (hukum alam).
- Menurut sifatnya, hukum dapat dibagi dalam:
- Hukum yang memaksa
- Hukum yang mengatur (hukum pelengkap)
- Menurut isinya maka hukum dapat digolongkan dalam 2 hal:
Yaitu aturan yang: mengatur hubungan antara Negara dengan warga Negara dan
hubungan antar warga Negara yang menyangkut kepentingan umum.
Hukum public mencakup :
A. Hukum Tata Negara
Mengatur tentang Negara dan perlengkapannya (struktur ketatanegaraan)
B. Hukum Tata Usaha Negara
Mengatur cara kerja dari alat-alat Negara dalam menjalankan tugasnya
C. Hukum Pidana
Aturan hukum yang mengatur perbuatan apa yang boleh dan tidak boleh besarta
sangsi/hukuman bagi pelanggar. Buku yang mengatur hukum pidana disebut KUHP(kitab undang-undang hukum pidana). Isinya berupa aturan dan sangsi bagi pelanggarnya. Oleh sebab itu disebut juga hukum material
D. Hukum Acara
aturan yang berisi tatacara penyelesaian pelanggaran hukum pidana di pengadilan ataupun tata cara penangkapan. Bukunya disebut dengan KUHAP(kitab undang-undang hukum acara pidana).Hukum ini menjadi pedoman bagi polisi, jaksa dan hakim dalam menjalankan tugasnya. Disebut juga dengan hukum formal.
Hukum Privat
Adalah keseluruhan hukum yang mengatur hubungan antar warga Negara yang menyangkut kepentingan pribadi atau perseorangan. Jadi kepentingan yang diatur adalah masalah pribadi
Meliputi :
A. Hukum Perdata
Mengatur hubungan perseorangan yang bersifat pribadi, mis : perceraian
B. Hukum dagang
Mengatur hubungan yang terkait dengan perdagangan
C. Hukum adat
Mengatur hubungan hukum yang menyangkut persoalan adat istiadat
Sistem Peradilan Nasional
Di Indonesia untuk menegakkan keadilan dibentuklah lembaga peradilan. Lembaga ini dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan hukum sesuai dengan bidangnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peradilan adalah segala sesuatu mengenai perkara pengadilan. Nasional adalah bersifat kebangsaan, berkenaan atas berasal dari bangsa sendiri, meliputi suatu bangsa. Jadi, peradilan nasional adalah segala sesuatu mengenai perkara pengadilan yang bersifat kebangsaan atau segala sesuatu mengenai perkara pengailan yang meliputi suatu bangsa, dalam hal ini adalah bangsa Indonesia.
Dengan demikian, yang dimaksud disini adalah sistem hukum Indonesia dan peradilan negara Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, yaitu sistem hukum dan peradilan nasional yang berdasar nilai-nilai dari sila-sila Pancasila.
Peradilan nasional berdasarkan pada Pasal 24 dan Pasal 25 UUD 1945. untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan dibentuk kekuasaan kehakiman yang merdeka.
Dalam hal ini dipegang oleh Mahkamah Agung dan peradilan lain, adapun lembaga-lembaga dalam peradilan.
A.Peradilan tingkat pusat
Ada 2 badan peradilan tertinggi di Indonesia yaitu:
1. Mahkamah Agung.
Merupakan badan peradilan tertinggi di Indonesia dengan tugas dan wewenang:
- Menyelesaikan perkara pidana di tingkat kasasi
- Menguji semua peraturan yang lebih rendah dari UU apakah bertentangan atau tidak dengan peraturan yang lebih tinggi
2. Mahkamah Konstitusi
Merupakan badan peradilan khusus yang bertugas menguji peraturan dari UU ke atas apakah bertentangan atau tidak dengan UUD 45
Peradilan tingkat Umun
Merupakan badan pengadilan terendah, berada di setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Seorang terdakwa akan diadili di kabupaten dimana dia melakukan tindak kejahatan , diadili di PN setempat. Bagi terdakwa yang tidak terima dengan vonis hakim di tingkat PN, dapat mengajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi di tingkat provinsi (PT) peristiwa ini dikenal dengan “naik banding”
Merupakan pengadilan di tingkat provinsi. Menyelesaikan permasalahan yang diajukan oleh terpidana yang tidak terima atas vonis di tingkat sebelum (PN).
Jika si terpidana tetap tidak mau terima atas voni di tingkat banding ini, dia masih bisa mengajukan upaya hukum di tingkat pusat (MA) yang dikenal dengan nama “kasasi”
Menyelesaikan permasalahan hukum yang terjadi di tingkat kasasi. Apabila masih juga ditolak, maka si terpidana masih bisa melakukan 2 upaya hukum lagi di tingkat ini
Bisa diajukan bila terpidan tetap merasa tidak bersalah dengan menunjukkan bukti baru yang belum pernah diungkap sebelumnya di pengadilan. Kemungkinan yang terjadi adalah bebas murni atau ditolak.
Apabila terpidana mengaku bersalah, minta ampun pada presiden selaku kepala Negara. Kemungkinan yang terjadi dikurangi hukuman atau tetap.
C. Peradilan Tata Usaha Negara
Pengadilan yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan terhadap sengketa tata usaha Negara. Meliputi
1. Pengadilan Tata Usaha Negara
Menyelesaikan permasalahan hukum Di tingkat kabupaten/kota
2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Menyelesaikan permasalahan “naik banding” perkara tata usaha negara Di
tingkat provinsi.
D. Peradilan Agama
Peradilan yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan perdata bagi masyarakat beragama islam, msalnya masalah perceraian. Meliputi:
1. Pengadilan Agama (PA)
Menyelesaikan permasalahan hukum Di tingkat kabupaten/kota.
2. Pengadilan Tinggi Agama
Menyelesaikan permasalahan “naik banding” perkara perdata Di tingkat provinsi.
E. Peradilan Militer
Peradilan yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang dilakukan oleh anggota militer. Terdiri dari :
1. Pengadilan Militer
Menyelesaikan permasalahan hukum dilakukan oleh militer pangkat kapten ke Bawah.
2. Pengadilan Militer Tinggi
Menyelesaikan permasalahan hukum dilakukan oleh militer pangkat Mayor ke
Bawah. Juga bisa untuk mengadili anggota militer yang “naik banding” dari
tingkat di bawahnya
3. Pengadilan Militer Utama
Menyelesaikan permasalahan hukum yang dilakukan oleh terdakwa yang masih
tidak puas dengan hukuman yang sudah dijatuhkan di tingkat pengadilan militer
tinggi. Juga memutuskan perselisihan tentang wewenang mengadili antar
pengadilan militer yang berlainan.
F. Peradilan Pajak.
Peradilan yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang dilakukan oleh para wajib pajak
G. Komisi Yudisial
Lembaga khusus yang dibentuk untuk mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon hakim Agung.
· Selain lembaga peradilan nasional adapun Peran Lembaga-Lembaga Penegak Hukum di Indonesia
a. Kepolisian
Tugas utamanya adalah menjaga keamanan dan ketertiban di masyarakat, melindungi, mengayomi, melayani masyarakat dan menegkkan hukum.
Sebagai aparat hukum polisi dapat menjalakan fungsinya sebagai penyelidik dan penyidik. Polisi juga berwenang untuk menangkap orang yang diduga melakukan tindak kejahatan.
Hasil pemeriksaaan yang dilakukan oleh polisi terhadap pelaku tindak criminal disbut dengan BAP (berita acara pemeriksaan) yang akan diserahkan kepada kejaksaan.
Kepolisian Negara diatur oleh UU No. 2 Tahun 2002. tugas pokok kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
1) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
2) menegakkan hukum, dan
3) memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada mayarakat.
Untuk melaksanakan tugasnya, kepolisian antara lain berwenang:
1) menerima laporan dan pengaduan
2) menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat menganggu ketertiban umum
3) mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat.
B. Kejaksaan
Kejaksaan Republik Indonesia diatur oleh UU No. 16 Tahun 2004, yang dalam undang-undang itu disebutkan bahwa diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri.
Kejaksaan adalah alat negara sebagai penegak hukum yang juga berperan sebagai penuntut umum dalam perkara pidana. Jaksa adalah alat yang mewakili rakyat untuk menuntut seseorang yang melanggar hukum pidana maka sisebut penuntut umum yang mewakili umum. kejaksaan merupakan aparat Negara yang bertugas :
1. Untuk melakukan penuntutan terhadap pelanggaran tindak pidana di pengadilan.
Di sini jaksa melakukan penuntutan atas nama korban dan masyarakat yang merasa dirugikan
2. Sebagai pelaksana (eksekutor) atas putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap.
Aparat kejaksaan akan mempelajari BAP yang diserahkan oleh kepolisian. Apabila telah lengkap maka kejaksaan akan menerbikan P21 yang artinya siap dibawa ke pengadilan untuk disidangkan.
Tugas dan wewenang jaksa di bidang pidana antara lain:
1) melakukan penuntutan
2) melaksanakan keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
3) melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasar UU
Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum jaksa turut melakukan penyelidikan yang berupa:
1) peningkatan kesadara hukum
2) mengawasi aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara
3) pengamanan kebijakan penegakan hukum
Kehakiman
Tugas utama seorang hakim adalah memeriksa, memutus suatu tindak pidana atau perdata. Untuk itu seorang hakim dalam menjalankan tugasnya harus lepas dari segala pengaruh agar keadilan benar-benar bisa ditegakkan.
Di tingkat pusat kekuasaan kehakiman dilakukan oleh MA dan MK.
Jika MA merupakan lembaga peradilan umum tertinggi,
maka MK merupakan lembaga peradilan khusus karena tugasnya :
- terbatas kepada hak uji terhadap UU ke atas ,
- sengketa kewenangan antar lembaga Negara,
- pembubaran partai politik
- memutuskan presiden dan/atau wakil presiden telah melanggar hukuman tidak mengurusi masalah pidana.
d. KPK
Lembaga baru yang dibentuk karena tuntutan dan amanat reformasi agar Negara bersih dari praktek KKN. Dibentuk berdasarkan UU no 30 tahun 2002. Tugas utamanya adalah menyelidiki dan memeriksa para pelaku korupsi yang dilakukan oleh para pejabat Negara. KPK ini dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab langsung kepada presiden.
Kekuasaan Kehakiman
- Kekuasaan Kehakiman yang Integral
Kekuasaan kehakiman yang integral dan terpadu dapat dimulai dengan dilakukannya restrukturisasi atau “penataan kembali” bangunan sistem hukum pidana Indonesia yang bebas dan mandiri.
Berbicara mengenai penataan kembali sistem hukum untuk menciptakan kekuasaan kehakiman yang integral, bebas dan mandiri maka ada tiga hal pokok yang menjadi fokus pembicaraan antara lain substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum.
Pertama; Substansi hukum. Permasalahan yang dialami dari segi substansi hukum/pengaturan hukum adalah lembaga kepolisian dan kejaksaan tidak disebutkan secara tegas dan jelas dalam konstitusi bahwa kedua lembaga tersebut masuk dalam kekuasaan yudisial tetapi hanya disebutkan dalam Pasal 24 ayat 3 UUD NRI 1945 bahwa Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.
Rumusan pasal ini mengandung multi tafsir apakah kepolisian dan kejaksaan masuk dalam kategori badan-badan lain yang menjalankan kekuasaan kehakiman atau tidak. Dilihat dari sub fungsi polisi sebagai penyidik dan sub fungsi kejaksaan sebagai penuntut dan/atau penyidik maka dapat dikatakan bahwa kedua institusi tersebut masuk dalam lingkaran kekuasaan yudisial/kehakiman.
Kalau demikian maka seyogyanya kepolisian dan kejaksaan harus berada di luar kekuasaan eksekutif agar tidak bertentangan dengan prinsip kekuasaan kehakiman yang bebas dan mandiri dalam menegakkan hukum dan keadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat 1. Tetapi permasalahannya adalah apakah tugas kepolisian dan kejaksaan hanya melakukan penyidikan dan penuntutan?
Tentunya tugas kedua institusi tersebut tidak hanya sebatas itu sehingga terasa amat sulit kepolisian dan kejaksaan berada di luar eksekutif walaupun di sisi lain menjalankan fungsi menegakkan hukum yang merupakan bagian dari fungsi kekuasaan kehakiman. Solusi terhadap permasalahan tersebut adalah membentuk Badan Penyidik dan Badan Penuntut yang bersifat independen.
Badan-badan tersebut berada di luar kepolisian dan kejaksaan walaupun keanggotaanya berasal dari institusi-institusi tersebut tetapi tidak bertanggung jawab kepada kapolri maupun kepada kejaksaan agung tetapi benar-benar independen dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman yang merdeka.
Kedua; Struktur hukum merupakan penggerak/motor dari substansi hukum karena substansi tidak mungkin berjalan tanpa struktur hukum. Keduanya saling mengisi dan saling mendukung. Substansi tanpa struktur maka akan mati dan struktur tanpa substansi akan kacau.
Substansi hukum yang baik tetapi dijalankan oleh struktur hukum yang buruk maka akan buruk tetapi substansi hukum yang buruk tetapi dijalankan oleh struktur yang baik maka akan baik tetapi akan lebih baik kalau substansi dan strukturnya sama-sama baik tetapi sangatlah sulit untuk menemukan kedua-duanya hadir bersamaan. Di sini diharapkan bangsa ini memiliki struktur hukum (polisi, jaksa, hakim, advokat, pegawai LP) yang berintegritas, bertanggung jawab, transparan, bermoral, berilmu dan beriman serta memiliki masyarakat yang sadar hukum maka sudah pasti keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia akan tercapai.
Kekuasaan kehakiman yang bebas dan mandiri dapat dimaknai dari dua sudut pandang yaitu pertama; bebas dan mandiri dari kekuasaan eksekutif/pemerintah dan politik dan hal ini perlu diatur dalam substansi hukum agar benar-benar ada kemandirian kekuasaan kehakiman yang utuh dan holistik dalam arti kemandirian keseluruhan sistem peradilan pidana yaitu kekuasaan penyidikan, kekuasaan penuntutan, kekuasaan mengadili, kekuasaan pelaksanaan pidana dan kekuasaan pemberian bantuan hukum.
Hal ini sebagai bentuk pencerminan Indonesia sebagai negara hukum. Dari keseluruhan sistem peradilan pidana tersebut kekuasaan penyidikan yang berada di bawah komando kepolisian dan kekuasaan penuntutan yang berada di bawah komando kejaksaan masih berada di bawah bayang-bayang pemerintah sehingga belum tercipta sistem peradilan pidana terpadu yang bebas dan mandiri.
Kedua; bebas dan mandiri dari keinginan suap, jual beli pasal, jual beli putusan, favoritisme (pilih kasih)/tebang pilih dan berbagai praktek mafia hukum dan mafia peradilan lainnya merupakan penghalang terbesar dalam menciptakan kemandiran kekuasaan kehakiman karena aparat penegak hukum diikat oleh praktek-praktek mafia tersebut sehingga putusan pengadilan yang dihasilkan tidak/kurang berkeadilan sosial.
W. Clifford mengemukakan bahwa meningkatnya kejahatan telah cukup untuk menarik perhatian pada tidak efisiennya struktur peradilan pidana yang sekarang ada sebagai suatu mekanisme pencegahan kejahatan.
Hal yang sama dikemukakan pula oleh Johannes Andenaes bahwa semakin tinggi dan meningkatnya angka rata-rata kejahatan, merupakan bukti kegagalan atau ketidakmampuan (impotensi) sistem yang ada sekarang (Ibid). Melihat kondisi ini maka perlu ada pengawas independen yang secara khusus mengawasi setiap sub sistem peradilan pidana agar benar-benar bebas dari berbagai praktek mafia tersebut.
Ketiga: Kultur/budaya hukum merupakan perwujudan dari sistem nilai-nilai budaya hukum meliputi masalah kesadaran hukum, perilaku hukum, pendidikan hukum dan ilmu. Kultur/budaya hukum adalah roh/jiwa yang menghidupi struktur hukum dalam melaksanakan substansi hukum.
Diharapkan perilaku hukum dari struktur hukum mencirikan budaya hukum Indonesia yaitu budaya hukum Pancasila karena Pancasila merupakan jiwa/roh/kepribadian bangsa Indonesia.
Dan, pada dasarnya substansi hukum dibuat dengan ilmu hukum, dengan demikian penegakannya pula harus menggunakan ilmu hukum. Melupakan ilmu hukum dalam menerapkan hukum akan menyebabkan struktur hukum memahami substansi hukum tersebut secara parsial (sepotong-sepotong) sehingga keadilan yang dicapai bukan keadilan materiel tetapi sekedar keadilan prosedural.
Kesatuan Sistem Hukum
Masalah penegakan hukum di Indonesia terlihat dari belum terintegrasinya ketiga sistem hukum tersebut yaitu substansi hukum, struktrur hukum dan budaya hukum. Adanya disharmonisasi perundang-undangan, belum terintegrasinya sistem peradilan pidana secara holistik yang bebas dan mandiri menjadi sinyal/potret buram sistem hukum Indonesia.
Tentang budaya hukum Barda Nawawi Arief berpendapat bahwa budaya suap/budaya amplop, budaya jalan pintas, budaya kaca mata kuda/budaya coffee-extract tentunya tidak sesuai dengan budaya keilmuan dan dapat menghambat/merendahkan/menghancurkan kualitas penegakan hukum (Barda, tanpa tahun:41).
Agar sistem hukum nasional benar-benar terarah untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan pembangunan yang berkelanjutan (ibid) maka perlu adanya kesatuan sistem hukum yang memadai dalam masing-masing sistem dan adanya pengawasan independen yang berkualitas dan berintegritas dalam rangka menciptakan kekuasaan kehakiman yang bebas dan mandiri “Demi Keadilan Sosial berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.
terimakasih .. izin share
BalasHapusThanks...
BalasHapusOra ora ora ora
BalasHapus