Apa itu Pajak
Menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya di sebut UU KUP), Pasal 1 angka (1), “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Salah satu instrumen yang digunakan dalam negara untuk menjalani fungsinya adalah pajak. Pajak dipungut dengan tujuan untuk membiayai pengadaan public goods, namun bisa juga pajak dipungut untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah[1].
Sedangkan definisi pajak yang dikemukakan oleh Sommerfeld, Anderson dan Brock yang mendifinisikan pajak sebagai berikut :
“A Tax can be definied meaningfully as any non penal yet compulsory transfer of resources from the privat to the public sector, levied on the basis of predetermined criteriaand without receipt of specific benefit of equal value, in order to accomplish some of a nation’s economic and social objectives.”[2]
Selanjutnya Rochmat Soemitro menyatakan bahwa pajak adalah “iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.” Sementara menurut Djajaningrat, pajak adalah “kewajiban untuk menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada negara disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah sert dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum”.[3]
Menurut P. J. A. Adriani Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R. Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.[4]
Beberapa kata dalam definisi yang telah disampaikan di atas, mempunyai arti sangat penting sebagai unsur-unsur yang memaknai pajak yaitu :
1. Pungutan dapat dipaksakan
Salah satu hal yang membedakan pajak dengan pungutan atau iuran lainnya adalah sifat memaksa yang melekat di dalamnya. Kata “compulsory” digunakan untuk menunjukan bahwa pemungutan pajak dapat dipaksakan. Dalam memungut pajak, pemerintah memiliki kewenangan penuh atas melakukan pemaksaan agar wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu, pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan selalu dapat dipaksakan. Di Indonesia, salah satu instrument paksaan dalam pemungutan pajak adalah Penagijan Pajak dengan Surat Paksa.
2. Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang;
Unsur definisi pajak yang juga sangat penting adalah bahwa pajak harus ditetapkan berdasarkan undang-undang kata “predetermined criteria” secara implisit menunjukan bahwa pungutan pajak secara implisit menunjukan bahwa pemungutan pajak tidak bisa dilakukan secara serampangan, namun harus ada kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh otoritas publik dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
3. Pembayar pajak tidak mendapat manfaat langsung;
Pajak dipungut bukan untuk special benefit. Artinya pembayar pajak tidak menerima langsung manfaat atas kontribusi pembayaran pajakny. Hal tersebut berbeda dengan pungutan lainnya seperti retribusi. Retribusi dipungut kepada orang yang akan atau ingin mengkonsumsi barang dan jasa tertentu, artinya pembayar retribusi akan mendapat manfaat langsung atas pembayaran yang telah di lakukan.
4. Penerimaan pajak digunakan untuk menjalankan fungsi negara.
Kalimat in order to accomplish some of a nation’s economic and social objectives, artinya penerimaan pajak digunakan untuk tujuan membiayai pengadaan public goods, dan juga untuk tujuan ekonomi dan social yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi negara.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan tentang karakteristik dan sifat khusus pajak seperti :
a. Pembayaran pajak harus berdasarkan Undang-undang.
b. Sifatnya dapat dipaksakan.
c. Tidak ada kontraprestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh si pembayar pajak.
d. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta).
e. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.[5]
Adapun subjek pajak adalah mereka (orang atau badan) yang mematuhi sarat subjektif, yaitu syarat yang melekat pada orang atau badan sesuai dengan apa yang ditentukan oleh undang-undang.[6] Sementara itu wajib pajak adalah mereka (orang atau badan) yang selain memenuhi syarat subjektif, juga harus memenuhi syarat objektif misalnya memiliki penghasilan atau memiliki bumi bangunan yang memenuhi syarat untuk dikenai pajak dan sebagainya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa subjek pajak itu belum tentu wajib pajak bila tidak memenuhi syarat objektif, sedangkan wajib pajak dengan sendirinya termasuk objek pajak. Jadi dalam hal ini pihak-pihak yang dapat disebut sebagai wajib pajak adalah :
1. Wajib pajak pribadi.
2. Warga negara asing yang berada atau bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan hingga meninggalkan Indonesia.
3. Wajib pajak badan sejak didirikan hingga bubar.
Adapun yang dimaksud dengan badan adalah bukan semata subjek pajak yang bergerak dalam bidang usaha (komersial) namun juga yang bergerak di bidang sosial, kemasyarakatan dan sebagaianya sepanjang pendiriannya dikukuhkan dengan akta pendirian oleh yang berwenang sehingga tidak ada alasan bagi badan (khususnya organisasi) selain yang bergerak di bidang usaha untuk menyatakan bahwa mereka tidak termasuk sebagai subjek pajak.[7]
[1] Haula Rosdiana dan Rasin Tarigan, Perpajakan Teori dan Aplikasi, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005, hal. 67.
[2] Ibid, hal. 43.
[3] Munawir, Perpajakan, Liberty, Yogyakarta, 1992, hal 3.
[4]Triyani Budianto, Makalah Seminar tax-ina, 30 April 2005, http://lovetya.wordpress.com/2008/05/19
[5] Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, Loc. Cit.
[6] Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, Andi, Yogyakarta, 2002, h.40.
[7] Erly Suandy, Hukum Pajak Salemba Empat, Yogyakarta, 2000, h,34.
Belum ada tanggapan untuk "Pengertian Pajak"
Posting Komentar